Usaha Menemukan Obat untuk penyembuhan COVID-19
COVID-19 adalah penyakit pernafasan akut yang menular melalui virus SARS-CoC-2, penyakit ni yang menyebabkan pandemi coronavirus di tahun 2019-2020. SARS-CoV-2 merupakan suatu virus jenis baru yang berasal dari famili Betacoronavirus yang saat ini menjadi wabah mematikan hampir di seluruh dunia. Penderita COVID-19 dapat mengalami demam, batuk kering, dan kesulitan bernapas. Pada penderita yang paling rentan, penyakit ini dapat berujung pada pneumonia dan diperparah dengan adanya penyakit bawaan yang diterima seorang pasien.
Sampai saat ini belum ditemukan vaksin untuk dapat menyembuhkan COVID-19 ini, hal ini mengakibatkan jumlah korban semakin banyak karena jumlah penderita yang masih belum terkendali. Walaupun begitu para peneliti berusaha untuk mencari solusi alternatif mencari obat yang dapat digunakan melihat dari gejala-gejala yan ditimbulkan COVID-19 dikorelasikan dengan obat yang dapat menyembuhkan beberapa penyakit dengan ciri yang sama. Berikut beberapa jenis obat yang sedang diteliti dengan berbagai uji coba baik secara in vitro maupun in vivo.
Chloroquine
Chloroquine merupakan salah satu obat antimalaria yang sudah banyak digunakan di seluruh dunia, pengujian menggunakan chloroquine ini didasari bahwa obat ini memiliki aktivitas in vitro melawan SARS-CoV-2 dan mungkin memiliki sifat imunomodulasi (meningkatkan sistem kekebalan tubuh). Cara kerja oba ini diduga menghambat enzim-enzim pada virus seperti DNA virus dan RNA-polimerase, glikosilasi protein virus dan lain sebagainya. Cara lainnya mungkin juga melibatkan penghambatan reseptor ACE2 pada virus yang dapat menghambat penempelan virus pada sel inang.
Data yang didapat dari berbagai penelitian memperlihatkan bahwa chloroquine memiliki aktivitas melawan SARS-CoV-2, ada laporan dari beberapa pasien bahwa obat ini dapat menghambat aktivitas pneumonia walau datanya tdak spesifik. Walaupun begitu ternyata penelitian lebih banyak menunjukkan bahwa obat ini tidak terlalu efektif dalam melawan virus SARS-Cov-2 ini, laporan yang diterbitkan oleh Journal of Zhejiang University di China dari 30 pasien yang diuji menggunakan obat ini terlihat 15 pasien yang diberi obat, 13 dinyatakan negatif virus corona setelah satu minggu pengobatan. Dari 15 pasien yang tidak mendapatkan chloroquine, 14 dites dan hasilnya negatif.
Selain itu, chloroquine ternyata memiliki dampak negatif untuk kesehatan apabila digunakan dalam jangka panjang seperti resiko untuk jantung, dapat merusak organ hati, retina mata.
Remdesivir
Remdesivir merupakan salah satu obat yang digunakan untuk penderita penyakit Ebola, pengujian menggunakan remdesivir untuk pengobatan SARS-Cov-2 adalah melihat sifat dari obat ini adalah antivirus yang memiliki spektrum luas dengan aktivitas in vitro yang diharapkan dapat diterapkan juga untuk menyembuhkan pasien COVID-19. Remdesivir ini dapat menghambat sintesis RNA pada virus sehingga dapat membuat perkembangan virus menjadi terhambat.
Dari uji klinis remdesivir yang telah diberikan kepada beberapa ratus pasien yang terinfeksi coronavirus dengan gejala parah di Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang menunjukkan aktivitas yang signifikan terhadap meningkatkan resistensi pasien terhadap coronavirus. Data in vitro menunjukkan remdesivir memberikan aktivitas antivirus yang kuat terhadap a
isolat klinis SARS-CoV-2. Data sebelumnya juga menunjukkan bahwa obat ini menghambat aktivitas Sars-CoV 2002, MERS-CoV seingga memiliki peluang dapat dijadikan solusi untuk pengobatan COVI-19 di masa depan. Beberapa uji klinis untuk mengevaluasi keefektifan remdesivir pada pasien yang terinfeksi SARS-CoV-2 saat ini masih dilakukan.
Lopinavir dan Ritonavir
Kedua obat ini pada dasarnya adalah obat untuk penderita HIV, penggunaannya untuk SARS-CoV-2 adalah melihat kesamaan karakteristiknya dengan vrus HIV. Mekanisme kerja obat ini adalah keduanya dapat berikatan dengan Mpro, enzim utama untuk replikasi coronavirus dan kemudan menghambat laju perkembangan virus pada sel inang. Hal ini yang diduga dapat menekan aktivitas coronavirus.
Terdapat sejumlah uji klinis pada kombinasi lopinavir dan ritonavir, temuan awal menyatakan, obat ini tidak terlalu efektif. Namun, para peneliti masih memerlukan uji klinis yang lebih besar untuk melihat reaksi dan efektivitas.
0 Komentar