Marker biokimia memiliki peran penting dalam diagnosis dan mengevaluasi risiko untuk menentukan jenis terapi terhadap suatu penyakit. Biomarker merupakan karakteristik yang diukur dan dievaluasi secara objektif sebagai indikator biologis normal, proses patologis, atau respon farmakologis terhadap intervensi terapeutik. Dalam fungsi ginjal, biomarker utama yang sering digunakan yaitu, ginjal, urea, asam urat dan elektrolit untuk analisis rutin. Selain itu, beberapa penelitian juga mengkonsolidasikan kegunaan biomarker lain, seperti cystatin C, β-Trace Protein. Ginjal merupakan salah satu organ penting dalam metabolisme tubuh yang prone terhadap berbagai gangguan.

Gambar. Gangguan pada organ ginjal

Jenis Biomarker Fungsi Ginjal

  1. Kreatinin

Kreatinin adalah produk hasil pemecahan kreatin fosfat dalam otot dan biasanya diproduksi pada kadar konstan oleh tubuh tergantung pada massa otot. Uji kreatinin clearance digunakan untuk memantau perkembangan penyakit ginjal. Uji kreatinin pembersihan normal pada pria adalah 110-150 mL/menit, sedangkan pada wanita sebesar 100-130 mL/menit. Pada gagal ginjal kronis dan uremia, terjadi penurunan ekskresi kreatinin oleh glomerulus dan tubulus ginjal. Namun, kadar kreatinin dapat berubah bukan karena gangguan pada ginjal, namun juga dipengaruhi oleh oleh fungsi otot, komposisi otot, aktivitas, diet, dan status kesehatan. Sehingga, terkadang peningkatan sekresi kreatinin pada beberapa pasien dengan disfungsi ginjal dapat memberikan nilai negatif palsu dalam diagnosis karena peningkatan kadar juga terlihat pada paralisis distrofi otot, anemia, leukemia dan hipertiroidisme. 

  1. Urea

Urea adalah produk hasil metabolisme akhir nitrogen utama dari proses katabolisme protein dan asam amino, diproduksi oleh hati dan didistribusikan ke seluruh cairan intraseluler dan ekstraseluler tubuh. Urea clearance adalah indikator yang tidak sesuai untuk mengevaluasi laju filtrasi glomerulus karena laju produksi bergantung pada beberapa faktor non ginjal, termasuk diet dan enzim siklus urea. Peningkatan nitrogen urea darah (BUN) sering dihubungkan dengan gagal ginjal, penyumbatan kemih oleh batu ginjal, gagal jantung kongestif, dehidrasi, demam, syok, dan perdarahan saluran pencernaan. Kadar BUN yang tinggi terkadang dapat terjadi selama kehamilan lanjut atau akibat makan makanan kaya protein. Jika kadar BUN lebih dari 100 mg/dL, dapat diperkirakan bahwa terjadi gangguan ginjal parah, sedangkan penurunan BUN diamati kelebihan cairan tubuh, trauma, pembedahan, konsumsi opioid, malnutrisi, dan penggunaan steroid anabolik.

  1. Cystatin C

Inhibitor protease Cystatin C adalah protein tidak terglikosilasi dengan berat molekul rendah. Cystatin C telah digunakan sebagai biomarker ginjal karena diproduksi secara konstan oleh semua sel berinti, disaring oleh glomerulus dan dikatabolisme di tubulus proksimal. Kadar Cystatin C serum merupakan biomarker yang efektif untuk laju filtrasi glomerulus. Studi meta-analisis menyebutkan bahwa Cystatin C adalah biomarker yang lebih baik dari kreatinin serum sebagai penanda laju filtrasi glomerulus pada pasien dengan sirosis setelah transplantasi hati. Selain itu, Cystatin C juga lebih sesuai untuk mendeteksi gangguan ginjal dini pada pasien diabetes tipe 1 dan tipe 2. 

  1. β-Trace Protein (BTP)

β-Trace Protein (BTP) adalah glikoprotein yang termasuk dalam famili protein lipocalin dengan 168 asam amino dan berat molekul 23000-29000, serta tergantung pada derajat glikosilasi. Molekul BTP difiltrasi di glomerulus dan diserap kembali di tubulus proksimal atau diekskresikan dalam urin. Dengan jalur metabolisme tersebut, BTP berpotensi memenuhi sebagai biomarker laju filtrasi glomerulus. Beberapa studi telah melaporkan bahwa BTP dapat menjadi indikator yang lebih baik dibandingkan kreatinin serum. Namun, jika dibandingkan dengan Cystatin C, BTP belum sebaik biomarker tersebut dalam indikator laju filtrasi ginjal. 

  1. Inulin

Inulin polimer fruktosa merupakan biomarker lain yang telah memenuhi kriteria sebagai biomarker laju filtrasi glomerulus. Pengukuran dengan teknik bolus tunggal inulin adalah teknik pengukuran cepat laju filtrasi glomerulus yang praktis dan sering diminati.

  1. Iohexol

Iohexol adalah agen kontras non-ionik yang larut air dan efektif digunakan dalam mielografi, artrografi, nefro angiografi, arteriografi, dan prosedur radiografi lainnya. Iohexol clearance dengan bercak darah menunjukkan potensi evaluasi laju filtrasi glomerulus. Iohexol clearance juga digunakan untuk memperkirakan fungsi ginjal pada pasien hemodialisis.

  1. Penanda Radioaktif

Beberapa studi terakhir melaporkan bahwa marker radioisotop dapat digunakan untuk mengukur laju filtrasi glomerulus. Beberapa diantaranya adalah 125 iodine(I)-iothalamate, 51Cr EDTA ethylenediamine tetra acetic acid, 99mTc-DTPA (diethylene triamine penta acetic acid) dan 99mTc mercapto acetyl triglycine. 

  1. Proteinuria

Keberadaan protein dalam jumlah besar dalam urin adalah indikator paling awal dari hampir semua penyakit ginjal. Estimasi proteinuria membantu membedakan antara penyakit tubulointerstitial dan penyakit glomerulus. Umumnya, ekskresi protein orang dewasa yang sehat adalah 20-150 mg protein urin selama 24 jam. Proteinuria lebih dari 3,5 g/hari dianggap sebagai diagnostik sindrom nefrotik. Marker protein yang diukur terdiri dari albumin, α2-makroglobulin, IgG dan α2-mikroglobulin. 

  1. Elektrolit

Kadar elektrolit sering digunakan untuk menilai ketidakseimbangan elektrolit atau asam basa dalam mengamati efek pengobatan fungsi organ tubuh, termasuk ginjal. Uji elektrolit dalam fungsi ginjal antara lain, natrium, kalium, klorida, dan bikarbonat. Kalium digunakan sebagai marker elektrolit paling sesuai untuk gagal ginjal. Kombinasi penurunan filtrasi dan penurunan sekresi kalium di tubulus distal pada pasien gagal ginjal menyebabkan peningkatan kalium plasma yang membahayakan pasien hiperkalemia.


REFERENSI: 

Lopez-Giacoman S, Madero M. 2015. Biomarkers in chronic kidney disease, from kidney function to kidney damage. World J Nephrol. 4(1):57-73. [link]