Prevalensi Anemia pada Ibu Hamil di Indonesia

Sekilas mengenai anemia selama kehamilan dan prevalensinya

Anemia selama kehamilan merupakan masalah kesehatan masyarakat terutama di negara berkembang. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan anemia pada kehamilan terjadi jika  konsentrasi hemoglobin (Hb) kurang dari 11 g/dL darah. Data global menunjukkan bahwa 56% ibu hamil di negara berpenghasilan rendah dan menengah menderita anemia. Prevalensi anemia tertinggi pada wanita hamil yaitu di Afrika Sub-Sahara (57%), diikuti oleh Asia Tenggara (48%), dan Amerika Selatan (24,1%). Di Indonesia, di daerah perkotaan memiliki prevalensi anemia selama kehamilan sebesar 36,4%, sedangkan di pedesaan sebesar 37,8%.

Penyebab anemia selama kehamilan di negara berkembang adalah melibatkan banyak faktor. Faktor-faktor tersebut meliputi defisiensi mikronutrien zat besi, folat, vitamin B12, homeostasis kalsium, infeksi parasit atau infeksi kronis seperti TBC dan HIV. 

Untuk lebih jelasnya mengenai peran faktor-faktor tersebut terhadap munculnya anemia pada ibu hamil, berikut penjelasannya:

  1. Ferritin 

Ferritin adalah protein penyimpan zat besi yang diekspresikan di seluruh bagian tubuh. Struktur molekul ferritin terdiri dari 24 subunit, biasanya terdiri dari rasio yang berbeda-beda dari subunit rantai H dan L. Subunit H-ferritin menggunakan aktivitas ferroxidase yang diperlukan untuk oksidasi ferro (Fe2+) menjadi ferri (Fe3+), sedangkan subunit L-ferritin mengandung residu asam yang memfasilitasi pergantian ferroxidase. 

Sekresi feritin dilakukan oleh berbagai jenis sel, seperti makrofag, hepatosit, dan sel Kupffer hati. Ferritin banyak ditemukan pada sitosol. Selain di sitosol, protein ini juga dijumpai di mitokondria, plastida , nukleus, serum ekstraseluler dan cairan serebrospinal. Fungsi utama dari ferritin serupa engan transferin, yaitu mengangkut dan mengakumulasi besi. Perbedaan kedua protein tersebut terletak pada kemampuan ferritin yang dapat mengangkut dan mengakumulasi 4.500 atom besi, sedangkan transferin hanya dua atom saja. 

Ferritin dapat menyediakan zat besi untuk proses seluler penting sekaligus mampu melindungi lipid, DNA, dan protein dari serangan zat besi toksik. Perubahan kadar feritin sering digunakan praktek klinis untuk mendeteksi gangguan homeostasis besi atau metabolisme, inflamasi, neurodegeneratif, dan penyakit ganas.

  1. Vitamin B12

Vitamin B12 atau kobalamin adalah vitamin larut dalam air yang berasal dari produk hewani seperti daging merah, susu, dan telur. Faktor intrinsik (IF) adalah glikoprotein yang diproduksi oleh sel parietal di lambung dan diperlukan untuk penyerapan B12 di ileum terminal. Penyerapan vitamin B12 dari protein pada makanan harus dipecah terlebih dahulu oleh asam klorida lambung. Setelah terpecah, senyawa ini berulah akan diserap di intestinum.

Kobalamin terdiri dari empat bentuk, yaitu siano-, metil-, deoksiadenosil- dan hidroksi-kobalamin. Siano-kobalamin merupakan bentuk yang digunakan sebagai suplemen an baisanya ditemukan dalam jumlah kecil dalam makanan. Bentuk metil- atau 5-deoksiadenosil-kobalamin diperlukan sebagai kofaktor untuk metionin sintase dan L-metil-malonil-KoA mutase dalam sintesis DNA, asam lemak, dan mielin. Metionin sintase sangat penting untuk sintesis purin dan pirimidin.

Kekurangan B12 dapat menyebabkan gangguan hematologi dan neurologis. Contoh akibat defisiensi vitamin B12 adalah perkembangan anemia megaloblastik. Pada kasus ibu hamil, telah dihipotesiskan bahwa vitamin B12 dapat mempengaruhi plasentasi dan pertumbuhan janin. Defisiensi vitamin B12 pada kehamilan memiliki hubungan erat dengan peningkatan risiko gagal kehamilan, termasuk aborsi spontan, keguguran, hambatan pertumbuhan intrauterin, fetus dengan berat lahir rendah (<2500 g), dan cacat tabung saraf (NTD). Asupan vitamin B12 yang tidak memadai pada kehamilan dan anak usia dini dapat menyebabkan gangguan dalam perkembangan pertumbuhan pada anak-anak jangka panjang.

  1. Folat

Folat atau vitamin B9 adalah vitamin larut dalam air yang secara alami terkandung pada makanan, terutama dalam buah-buahan, sayuran hijau, dan hati. Vitamin ini merupakan kelompok famili senyawa yang secara struktural memiliki inti asam pteroilglutamat dan berfungsi dalam penerimaan, reaksi redoks, dan transfer satu karbon dalam mekanisme seluler. Asam pteroilglutamat atau yang dikenal dengan asam folat biasanya disintesis secara komersial dan digunakan dalam suplemen makanan dan sebagai fortifikasi. 

Peran folat yang paling utama yaitu biosintesis nukleotida (purin dan timidin) dalam sintesis dan perbaikan DNA serta remetilasi homosistein untuk menghasilkan metionin. Karena peran tersebut, kebutuhan folat dan risiko defisiensi paling tinggi terjadi selama tahap anabolik siklus hidup, seperti kehamilan, menyusui, dan perkembangan janin. Defisiensi folat pada ibu hamil dapat meningkatkan risiko cacat tabung saraf (NTD, misalnya, spina bifida, anencephaly) dan mungkin anomali kongenital lainnya (misalnya, kelainan jantung bawaan, bibir sumbing) pada bayi. Selain itu, asupan folat yang kurang optimal juga memiliki dampak negatif karena dapat memicu pertumbuhan berbagai jenis kanker termasuk kolorektal, prostat, dan payudara. 

  1. Vitamin D

Vitamin D merupakan vitamin larut lemak yang memiliki banyak peran dalam tubuh. Peran utama yang paling penting adalah meningkatkan penyerapan kalsium di usus halus dan membantu mempertahankan kadar kalsium dan fosfor tubuh. Kalsium dan fosfor sangat penting untuk perkembangan dan pemeliharaan tulang yang sehat. Tidak seperti kebanyakan vitamin lain, vitamin D tidak secara alami ditemukan pada berbagai jenis makanan, contohnya hanya ditemukan pada minyak ikan, hati sapi, beberapa jamur, dan makanan lain. Vitamin D dapat diproduksi secara alami di dalam tubuh dengan bantuan paparan ultraviolet-B (UV-B) dari sinar matahari. Sinar UV-B akan mengubah 7-dehidrokolesterol pada kulit menjadi pra-vitamin D3 yang kemudian terisomerisasi menjadi vitamin D3.

Defisiensi vitamin D pada orang dewasa dapat menyebabkan gangguan tulang, seperti osteomalacia dan risiko terjatuh. Selain itu, insufisiensi asupan vitamin D [25 (OH) D serum] memiliki keterkaitan dengan berbagai gangguan kesehatan termasuk, hipertensi, penyakit jantung, kanker usus besar, kanker payudara, kanker prostat, dan diabetes tipe I.

  1. Hormon Paratiroid (PTH)

Hormon paratiroid (PTH) adalah polipeptida yang disintesis dan disekresikan oleh sel chief di kelenjar paratiroid. Struktur awal yang dibentuk adalah pra-pro-PTH yang kemudian dibelah membentuk pro-PTH dan akhirnya PTH aktif. Hormon PTH terlibat langsung dengan homeostasis kalsium di tulang, ginjal, dan usus kecil.

Pada jaringan tulang, PTH menstimulasi pelepasan kalsium melalui osteoklas yang akan menyebabkan resorpsi tulang. Di organ ginjal, hormon paratiroid memiliki fungsi dalam meningkatkan kadar kalsium serum dengan meningkatkan reabsorpsi kalsium fisiologis di nefron dan menurunkan reabsorpsi fosfat. Selain itu, PTH juga menstimulasi produksi 1alfa-hidroksilase di tubulus kontortus proksimal yang diperlukan untuk mengkatalisis sintesis vitamin D aktif.

Gangguan pada sintesis dan sekresi PTH akan berdampak pada kekokohan tulang demi menopang berat tubuh. Pada ibu hamil, kasus hiperparatiroidisme primer memiliki prevalensi cukup tinggi. Hiperparatiroidisme primer selama kehamilan dapat dikontrol dengan rehidrasi, diet rendah kalsium dan suplementasi vitamin D.

  1. Osteokalsin

Salah satu marker penting dalam endokrinologi tulang adalah osteokalsin. Osteokalsin yaitu protein asam γ-karboksiglutamat yang merupakan suatu faktor diekskresikan dan disekresikan hanya oleh osteoblas. Selain osteoblas, osteokalsin juga diproduksi oleh odontoblas gigi dan kondrosit hipertrofik. Sebagian molekul protein ini disimpan dalam matriks tulang. Osteokalsin berfungsi dalam regulasi mineralisasi (inhibisi) dan sistem hormonal tulang. 

REFERENSI:

  1. Badan Pusat Statistik. 2020. Prevalensi Anemia Pada Ibu Hamil. [link]

  2. Khan M, Jose A, Sharma S. Physiology, 2021. Parathyroid Hormone. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island. StatPearls Publishing. Florida. [link]

  3. Knovich MA, Storey JA, Coffman LG, Torti SV, Torti FM. 2008. Ferritin for the clinician. Blood Rev. 23(3):95-104. [link]

  4. Wang W, Knovich MA, Coffman LG, Torti FM, Torti SV. 2010. Serum ferritin: Past, present and future. Biochim Biophys Acta. 1800(8):760-769. [link]

  5. O'Leary F, Samman S. Vitamin B12 in health and disease. 2010. Nutrients. 2(3):299-316. [link]

  6. Chan YM, Bailey R, O'Connor DL. 2013. Folate. Adv Nutr. 4(1):123-125. [link]

  7. McStay CL, Prescott SL, Bower C, Palmer DJ. 2017. Maternal Folic Acid Supplementation during  Pregnancy and Childhood Allergic Disease  Outcomes: A Question of Timing?. Nutrients. 9(2):123. [link]

  8. Rogne T, Tielemans MJ, Chong MF, Yajnik CS, Krishnaveni GV, Poston L, Jaddoe VW, Steegers EA, Joshi S, Chong YS, Godfrey KM, Yap F, Yahyaoui R, Thomas T, Hay G, Hogeveen M, Demir A, Saravanan P, Skovlund E, Martinussen MP, Jacobsen GW, Franco OH, Bracken MB, Risnes KR. 2017. Associations of Maternal Vitamin B12 Concentration in Pregnancy With the Risks of Preterm Birth and Low Birth Weight: A Systematic Review and Meta-Analysis of Individual Participant Data. Am J Epidemiol. 185(3):212-223. [link

  9. Kiely M, Hemmingway A, O'Callaghan KM. 2017. Vitamin D in pregnancy: current perspectives and future directions. Ther Adv Musculoskelet Dis. 9(6):145-154. [link]

  10. Stephen G, Mgongo M, Hussein Hashim T, Katanga J, Stray-Pedersen B, Msuya SE. 2018. Anaemia in Pregnancy: Prevalence, Risk Factors, and Adverse Perinatal Outcomes in Northern Tanzania. Anemia. 2018:1846280. [link]

  11. Finkelstein JL, Guillet R, Pressman EK, Fothergill A, Guetterman HM, Kent TR, O'Brien KO. 2019. Vitamin B12 Status in Pregnant Adolescents and Their Infants. Nutrients. 11(2):397. [link]

  12. McCarthy A, Howarth S, Khoo S, Hale J, Oddy S, Halsall D, Fish B, Mariathasan S, Andrews K, Oyibo SO, Samyraju M, Gajewska-Knapik K, Park SM, Wood D, Moran C, Casey RT. 2019. Management of primary hyperparathyroidism in pregnancy: a case series. Endocrinol Diabetes Metab Case Rep. 2019:19-0039. [link]

  13. Rossi M, Battafarano G, Pepe J, Minisola S, Del Fattore A. 2019. The Endocrine Function of Osteocalcin Regulated by Bone Resorption: A Lesson from Reduced and Increased Bone Mass Diseases. Int J Mol Sci. 11;20(18):4502. [link]